JAKARTA - Pengerahan tentara untuk mengamankan aksi unjuk rasa mahasiswa dan rakyat yang menolak kenaikan harga BBM disesalkan anggota Komisi III dari Fraksi PDIP, Eva Kusuma Sundari. Dia menilai sebuah indikasi kemunduran proses berdemokrasi di Indonesia.
”PDI perjuangan menyesalkan sikap
pemerintah yang cenderung represif dan berlebihan dalam menangani
demontrasi mahasiswa dan rakyat yang menolak kenaikan BBM di Jakarta.
Karena keterlibatan TNI dalam pengamanan aksi demontrasi itu tanpa
keputusan politik, yaitu musyawarah dengan lembaga legsilatif (DPR) yang
merupakan perwakilan rakyat sekaligus pimpinan politik,” jelas Eva
kepada INDOPOS, Sabtu (24/3).
Menurutnya, cara-cara itu
merupakan preseden buruk bagi posisi TNI maupun dalam konteks demokrasi
di Indonesia. ”PDIP menghimbau agar TNI tidak mengulang kesalahan di
Jakarta (mengamankan pengunjuk rasa). TNI jangan lagi dikerahkan untuk pengamanan unjuk rasa di daerah-daerah.
Tolong hormati kepala daerah sebagai
pemegang otoritas politik dan posisi kepolisian sebagai penanggung jawab
keamanan daerah dalam situasi tertib sipil,” papar Eva. Dia menambahkan
dalam situasi darurat sipil atau tertib sipil Polri yang memegang penuh
otoritas keamanan dan penegakan hukum. ”Kalau dalam situasi perang,
tentunya lain lagi. Artinya, jangan sampai tujuan penertiban massa
dilaksanakan dengan mengorbankan HAM rakyat apalagi memundurkan praktik
demokrasi di Indonesia ini,” lontarnya.
Eva juga mengimbau agar semua elemen
masyarakat yang hendak menggelar unjuk rasa agar melakukannya dengan
tertib dan terarah. ”Dan yang terpenting tidak anarkis. Silakan
menyalurkan aspirasinya ke DPRD masing-masing di daerah,” pungkasnya.
Senada dengan Eva, Wakil Ketua Komisi VI DPR RI, Aria Bima, juga meminta
agar pengunjuk rasa yang menolakn kenaikan BBM tidak melakukan aksi
anarkis.
”Pasal 28 UUD 1945 menjamin kebebasan rakyat untuk berekspresi.
Karena itu, negara tidak boleh bertindak represif terhadap aksi unjuk
rasa. Sebaliknya mahasiswa dan masyarakat yang berdemonstrasi jangan
merusak atau melakukan kekerasan,” tegasnya. Aria mengingatkan, sistem demokratis harus dipahami, bahwa demonstrasi menolak kenaikan BBM merupakan hak warga negara yang dijamin UUD 1945.
”Secara substansial, pemerintah
harus memahami aksi-aksi unjuk rasa menolak kenaikan harga BBM sebagai
bagian sah dari upaya mahasiswa beserta rakyat untuk memperjuangkan kesejahterannya,” ujarnya.
Unjuk rasa, tambah dia, harus
dilihat sebagai akibat kebijakan pemerintah yang dinilai akan berdampak
makin terpuruknya kehidupan masyarakat. Dikatakan juga, demonstrasi
masif tidak akan muncul bila pemerintah tidak berencana menaikkan harga
BBM dalam waktu dekat dan bergeming dari berbagai masukan politisi,
pengamat, dan kalangan intelektual untuk mencari solusi alternatif daripada menaikkan harga BBM. (ind-indopos.co.id)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar