PBB: Bisa Timbul Gejolak

JAKARTA -  Opini mobil mewah jangan ’minum’ premium yang terus digulirkan pemerintah  dikhawatirkan menimbulkan dampak luas. Para pengendara motor yang mendapati mobil mewah isi premium bisa marah dan meluapkannya dengan merusak mobil mewah tersebut.
altKetua Umum  Partai Bulan Bintang (PBB) MS Kaban mengaku miris dengan permainan opini yang dikembangkan pemerintah seputar mobil mewah yang dicap ’peminum’ premium.
‘’Sepertinya pemerintah panik. Sehingga harus mengembangkan opini seolah-olah mobil mewah yang menghabiskan premium di pasaran. Ini kan nggak cerdas dan berbahaya,’’ ucapnya kepada wartawan di Jakarta, kemarin.
Menurut mantan Menhut di era Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) I itu, tudingan mobil mewah sebagai biang kerok BBM bersubsidi alias BBM, berpotensi menciptakan gejolak sosial. Menciptakan persepsi di kalangan masyarakat kelas bawah, bahwa selama ini pemicu bocornya subsidi adalah mobil-mobil mewah yang berseliweran di jalanan.
‘’Sehingga rakyat marah dan kalap. Selanjutnya, menimbulkan kebencian yang berujung kepada anarki. Mobil-mobil mewah ditimpuki di jalanan. Ini, membuat teror bagi masyarakat,’’ tegasnya.
Kaban menantang pemerintah untuk menghitung jumlah mobil mewah yang beredar di Indonesia. Termasuk merilis data jumlah mobil mewah yang memanfaatkan premium. ‘’Kalau saya  menggunakan pertamax, supaya mesin awet. Seminggu pake premium, bikin ‘nglitik’ mesin. Ongkos ke bengkelnya mahal. Ujung-ujungnya tidak efisien kan,’’ paparnya.
Meski demikian, dia setuju bahwa pengawasan terhadap penggunaan BBM bersubsidi diberlakukan ketat. Namun, pemerintah harus memiliki pijakan hukum yang kuat. ‘’Sekarang apakah ada aturan atau undang-undang yang melarang mobil mewah menggunakan premium? Tidak ada kan,’’ ucapnya.
Sementara, anggota Komisi VII dari Hanura  Ali Kastela menyarankan agar pemerintah jangan terlalu banyak mengeluh. Namun terus meningkatkan kinerjanya. Dalam hal ini, implementasi terhadap pengawasan subsidi BBM masih kurang sempurna.
‘’Seingat saya, anggaran pengawasan subsidi BBM nilainya hampir Rp 1 triliun. Ada Rp 400 miliar di BPH Migas, sisanya di Kementerian ESDM. Kalau sekarang, menterinya ngeluh, ya bagaimana dong,’’ ungkap anggota Banggar DPR itu.
Kastela memgakui, pengawasan terhadap pemakaian BBM bersubsidi haruslah diperketat. Pemerintah bisa mengeluarkan aturan misalnya dengan membatasi pemakaian BBM bersubsidi untuk mobil dengan karakterisitik tertentu.
‘’Misalnya mobilnya rakyat kecil dengan volume mesin di bawah 1300 cc, diperkenankan memakai premium. Demikian pula sepeda motor. Kalau transportasi umum sudah jelas itu,’’ ucapnya. (yay-indopos.co.id)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar