Usulan DPR Tuai Kecaman


JAKARTA – Manuver sembilan partai penghuni DPR untuk bisa lolos secara otomatis sebagai peserta pemilu dengan ”memanipulasi” RUU pemilu terus menuai kecaman. Kesepakatan itu dianggap telah menyimpang dari konsep parliamentary threshold (PT). Peringatan keras kali ini disampaikan langsung oleh mantan Ketua Pansus RUU Pemilu yang lama atau UU Nomor 12 Tahun 2008 Ferry Mursyidan Baldan.
Konsep PT kali pertama diterapkan melalui UU Pemilu itu, sebesar 2,5 persen. Ferry menyampaikan, PT merupakan syarat perolehan suara parpol untuk bisa masuk parlemen. Bukan persyaratan ambang batas perolehan suara untuk bisa ikut pemilu selanjutnya. ”Tidak bisa dibuat ketentuan tiba-tiba, automatically partai yang mencapai PT atau duduk di DPR itu lolos menjadi peserta pemilu mendatang,” kata Ferry kemarin (8/4). Model PT, lanjut Ferry, berbeda dengan model electoral threshold (ET) yang berlaku dalam Pemilu 2004. Ketika itu partai yang lolos ET mendapatkan privilese (keistimewaan) untuk menjadi peserta pemilu berikutnya. Sedangkan partai-partai kecil yang tidak lolos ET diberi opsi bergabung dengan partai yang lolos ET atau mengubah nama.
”Tapi, kelebihannya, partai yang dapat satu kursi saja masih bisa tetap mengisi parlemen. Makanya, ET ini istilahnya enak di awal, tidak enak di akhir,” ungkap ketua PP Ormas Nasdem itu. Ferry menegaskan, dengan diterapkannya PT, semua partai yang hendak ikut pemilu harus diverifikasi ulang.
Tak terkecuali partai-partai yang kini memiliki kursi di DPR. ”Kalau mau ditambahkan, dasarnya dari mana? Otomatis lolos jadi peserta pemilu itu tidak ada dalam konstruksi PT. Sangat diskriminatif,” kritiknya. (pri/c9/agm)
sumber: indopos.co.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar